Perbedaan Antara Jilbab Dengan Hijab dan Perkembangannya di Indonesia

Perbedaan Antara Jilbab Dengan Hijab dan Perkembangannya di Indonesia - Hallo sahabat Demasyuri, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Perbedaan Antara Jilbab Dengan Hijab dan Perkembangannya di Indonesia , kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Umum, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Perbedaan Antara Jilbab Dengan Hijab dan Perkembangannya di Indonesia
link : Perbedaan Antara Jilbab Dengan Hijab dan Perkembangannya di Indonesia

Baca juga


Perbedaan Antara Jilbab Dengan Hijab dan Perkembangannya di Indonesia

A. Pengertian Dan Perbedaan Antara Jilbab Dengan Hijab
Globalisasi telah membawa pengaruh modernisasi yang sangat besar terhadap perubahan berbagai hal, mulai dari teknologi informasi dan telekomunikasi hingga hal terkecil dalam sektor kehidupan ini, termasuk fashion salah satunya. Dalam hal ini berbagai macam bentuk busana muslim diperkenalkan dan dipamerkan baik untuk pria maupun wanita. Hijab juga tidak luput dari pengaruh modernisasi tersebut. Jika meneliti lebih lanjut tentang fenomena hijabers, maka era globalisasi adalah landasan yang mempengaruhinya karena telah membuat fashion busana muslim turut berkembang. Berbagai macam model, tipe, dan jenis hijab telah tersedia bagi masyarakat dan menghilangkan budaya berjilbab.

Hijab (bahasa Arab: حجاب ħijāb) adalah kata dalam bahasa Arab yang berarti penghalang. Pada beberapa negara berbahasa Arab serta negara-negara Barat, kata “hijab” lebih sering merujuk kepada kerudung yang digunakan oleh wanita muslim. Namun dalam keilmuan Islam, hijab lebih tepat merujuk kepada tatacara berpakaian yang pantas sesuai dengan tuntunan agama.

Ada yang menyatakan juga bahwa setiap jilbab adalah hijab, tetapi tidak semua hijab itu jilbab, sebagaimana yang tampak. Seperti dijelaskan di atas, hijab berasal dari kata hajaban yang artinya menutupi, dengan kata lain al-Hijab adalah benda yang menutupi sesuatu.

Perbedaan Hijab Dan Jilbab. Hijab (bahasa Arab: حجاب ħijāb) adalah kata dalam bahasa Arab yang berarti penghalang. Pada beberapa negara berbahasa Arab serta negara-negara Barat, kata “hijab” lebih sering merujuk kepada kerudung yang digunakan oleh wanita muslim. Namun dalam keilmuan Islam, hijab lebih tepat merujuk kepada tatacara berpakaian yang pantas sesuai dengan tuntunan agama. Jilbab berarti selendang, atau pakaian lebar yang dipakai wanita untuk menutupi kepada, dada dan bagian belakang tubuhnya. Dapat kita ambil kesimpulan bahwa. Jilbab pada umumnya adalah pakaian yang lebar, longgar dan menutupi seluruh bagian tubuh. Ada yang menyatakan juga bahwa setiap jilbab adalah hijab, tetapi tidak semua hijab itu jilbab, sebagaimana yang tampak. Seperti dijelaskan di atas, hijab berasal dari kata hajaban yang artinya menutupi, dengan kata lain al-Hijab adalah benda yang menutupi sesuatu.

Hijab menurut Al Quran artinya penutup secara umum, bisa berupa tirai pembatas, kelambu, papan pembatas, dan pembatas atau aling-aling lainnya. Memang terkadang kata hijab dimaksudkan untuk makna jilbab.

Jilbāb (Arab: جلباب ) adalah busana muslim terusan panjang menutupi seluruh badan kecuali tangan, kaki dan wajah yang biasa dikenakan oleh para wanita muslim. Penggunaan jenis pakaian ini terkait dengan tuntunan syariat Islam untuk menggunakan pakaian yang menutup aurat atau dikenal dengan istilah hijab (dalam arti seperti ditunjukkan dalam pengertian hijab di atas).

Berbicara mengenai hijab dan perilaku pengguna hijab, tentu saja banyak pro dan kontra, serta fenomena-fenomena yang saling bertentangan. Contohnya saja banyak kaum wanita mengenakan hijab karena memang modelnya yang trendi, up to date, fashionable dan sebagainya. Sedangkan yang lain masih menganggap bahwa dirinya belum mau dan siap mengenakan hijab. Di satu sisi diungkapkan bahwa hijab yang saat ini beredar di masyarakat dengan bentuk, jenis, tipe, dan cara memakainya yang beragam, sudah tidak lagi sesuai dengan syari’at agama.Sementara di sisi lain dijelaskan bahwa mengenakan hijab tidak menjamin perilaku yang sesuai dengan hijab yang dikenakannya.

Namun, hijab tidak bisa menjadi satu-satunya parameter seseorang bahwa dia akan benar-benar menutupi auratnya luar dan dalam. Maksudnya, hijab tidak bisa dijadikan parameter jaminan “hijabers” untuk tetap berperilaku sebagai muslimah yang sebenarmya. Maka, tidak jarang kita mendengar ungkapan “STMJ” (Sholat Terus, Maksiat Jalan). Fenomena ini telah membuktikan bahwa, hijab sesuai dengan aturan agama atau hijab yang mengikuti trend, tidak dapat menentukan seseorang akan berperilaku sesuai trend, sesuai agama, atau sesuai dengan kemauannya sendiri. Selayaknya seorang yang berhijab, maka seharusnya diikuti dengan akhlak atau sikap yang lebih baik dari refleksi perubahannya melalui berhijab. Namun saat ini berhijab bagi seorang wanita dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal tidak hanya dari kesadaran diri sendiri.

Tidak dapat dipungkiri juga bahwa meningkatnya pengguna hijab dewasa ini menunjukkan adanya peningkatan kesadaran masyarakat muslim akan perintah agama. Namun disisi lain juga memunculkan perdebatan di kalangan masyarakat itu sendiri. Adanya modernisasi hijab sering dikaitkan dengan motivasi seorang muslimah dalam mengenakan hijab. Dan dengan adanya fenomena hijabers menambah panjang deretan perdebatan di kalangan masyarakat.

Fenomena kerudung yang dikenali dengan hijabers ini seperti menjadi mitos baru di masyarakat, bahwa berkerudung yang katanya tidak modis, bisa disulap jadi trendy dengan berkreasi di sana-sini. Kesan kerudung tua, seperti ibu-ibu pengajian, sirna sudah. Sudah tidak lagi zamannya mengenakan pakaian kurung sperti demikian, itulah sepertinya yang terus didengungkan.

Oleh beberapa kalangan, fenomena ini dinilai mengaburkan tujuan berhijbab sesungguhnya, bahwa jilbab pada dasarnya adalah agar tidak menarik perhatian banyak orang, justru saat ini yang terjadi adalah sebaliknya. Bagaimana tidak menarik perhatian, jika kreasi kerudung yang dikenakan kadang aneh. Selain itu, kerudung ala hijabers ini dinilai mengenyampingkan niai-nilai atau aturan-aturan dalam ajaran islam tentang criteria kerudung itu sendiri. Bahwa kerudung yang baik itu adalah yang tidak transparan, pakaian yang dikenakan tidak ketat, dan menutupi dada.

Keadaanya saat ini, bersamaan dengan hadirnya fenomena hijab, seolah terpinggirkan. Tidak peduli apakah kerudung menutupi dada atau tidak, yang penting rapi. Tidak peduli dengan pakaian yang ketat dan transparan yang penting sesuai dengan tren mode.

B. Perkembangan Hijab di Indonesia
Kebangkitan fashion hijab di Indonesia dimulai ketika terbentuk Hijabers Community di Jakarta. Komunitas itu didirikan oleh desainer muda bernama Dian Pelangi. Di Jakarta, Hijab sudah memasuki perhelatan fashion show. Acara tersebut digelar akhir Oktober lalu. Hijabers Community telah merekonstruksi konsep jilbab menurut pemahaman mereka. Pemahaman ini menggeser esensi dari jilbab itu sendiri. Jilbab tidak lagi dipandang sebagai simbol ketaatan wanita pada agamanya, tetapi sudah menjadi gaya hidup.  Fenomena hijab juga tidak lepas dari popularitas figur artis yang memperkenalkannya. 

Bintang artis generasi 2000-an bisa disebut beruntung karena hidup saat konsumen muslim semakin “Islami”. Para artis pun memanfaatkan jilbab sebagai perkembangan dunia fashion saat ini. Seperti fenomena di berbagai belahan dunia, artis menjadi figur tren berpakaian dan menjadi bagian dari budaya populer. Sebagai budaya populer, hijab disebarluaskan melalui iklan dan film sebagai ikon style dan industri entertaimen, misalnya penggunaan hijab oleh Dewi Sandra dan Fatin dalam film 99 Cahaya di Langit Eropa. 

Perlahan tapi pasti pada masa tahun 90an wanita berkerudung dan berbusana muslimah mendapatkan tempat di dunia fashion Indonesia. Dengan hadirnya pelaku fashion yang mendesain dan memproduksi baju khusus kaum muslimah yang selain mengikuti syariat agama tapi juga mengikuti mode. Diikuti kemudian lahirnya brand-brand lain sehingga banyak bermunculan produk busana muslimah dengan desain yang modern dan punya nilai estetika yang baik, sehingga mulai digemari dan bisa mendorong kaum muslimah untuk berbusana sesuai dengan identitasnya sebagai seorang muslimah.

Seiring berjalannya waktu, di tahun 2000-an gaya berbusana muslimah lengkap dengan kerudungnya pun akhirnya benar-benar diterima oleh masyarakat luas. Kini lihat saja di mall-mall, banyak muslimah yang percaya diri dan tidak ragu untuk tampil penuh gaya dengan berhijab. Mereka yang bekerja sebagai professional, baik yang berkarir maupun pelaku bisnis, semua seperti berlomba untuk tampil semaksimal mungkin dengan hijabnya.

Di Surabaya sendiri sudah ada komunitas hijab, yaitu Hijabee. Komunitas ini awalnya dibentuk agar menjadi cabang dari Hijab Community yang berada di Jakarta. Anggota komunitas ini merupakan muslimah tanpa batasan umur. Hijabee bertujuan menjadi wadah para muslimah Surabaya untuk mempercantik dirinya, baik lahir, maupun batin. Hijabee berniat menyebarkan banyak kebaikan melalui hijab. Meski demikian, mereka tetap berpendapat bahwa hijab bisa dijadikan lifestyle agar muslimah terlihat kecantikannya. 

Komunitas ini bukan perkumpulan yang sifatnya hanya iseng-iseng. Mereka cukup serius mengurus Hijabee agar menjadi wadah berkespresi bagi para muslimah. Hijabee sudah memiliki struktur organisasi yang rapi, bahkan memiliki akun-akun media sosial. Hijabee juga sudah banyak menyelenggarakan acara, seperti Hijabee festival, Wedding Hijab Styling Competition, Hijabee’s Kids, pengajian, workshop, dan lain-lain. Acara-acara itu biasanya mengundang para tokoh hijab, seperti Zahratul Jannah, Angella Fransiska, dan lain-lain. 

Komunitas itu turut berperan besar dalam penyebaran virus hijab di Surabaya. Masyarakat saat ini sangat menyukai segala hal yang modern dan fashionable. Komunitas ini menyediakan banyak pengetahuan tentang gaya hijab modern yang menjadi kebutuhan masyarakat. Terlebih Hijabee terorganisasi dengan baik sehingga kinerjanya sangat maksimal. Dengan tema-tema kegiatan dan pengajian yang menarik, minat masyarakat untuk hadir semakin besar. Di situlah orang-orang semakin berminat dengan gaya hijab modern, terutama jika sudah dipandu dengan tutorial.

Hijabee sepertinya memang gencar memperkenalkan hijab sebagai gaya hidup modern, di samping fungsinya sebagai bagian syariat Islam. Sebagian besar kata-kata dalam website dan posternya menggunakan bahasa Inggris sehingga kesan modern itu semakin kental. Acara Hijab Fashionshow sebenarnya juga mengadopsi bagian dari gaya hidup modern. Salah satu pengajiannya pun bertema Peran Wanita Modern dalam Kaidah Agama Islam. Hal ini mendorong kaum muda Surabaya untuk mengenakan Hijab agar terlihat lebih stylish.

C. Fenomena Jilbab dan Hijab di Kalangan Mahasiswi Surabaya
Untuk meneliti fenomena jilbab dan hijab di Surabaya, tim penulis menyebarkan kuisioner untuk para mahasiswi. Kuisioner disebar sejak tanggal 13 hingga 22 November 2015. Pertanyaan-pertanyaan dalam kuisioner ini menyangkut alasan mereka berjilbab, gaya berjilbab yang disukai, dan pendapat mereka tentang fenomena hijab.

Fenomena jilbab dan hijab tentu tidak lepas dari motivasi terbesar mereka mengenakan pakaian itu. Para mahasiswi memiliki alasan berbeda-beda dalam berjilbab, ada yang karena kebiasaan, melaksanakan kewajiban, ingin menutup aurat, ingin mendekatkan diri kepada Tuhan, dan lain-lain. Tidak ada dari mereka yang berjilbab dengan alasan mengikuti fashion sehingga hanya sedikit yang mengaku gemar memakai hijab.  

Mayoritas mahasiswi yang mengisi kuisioner lebih menyukai cara berjilbab yang biasa dan sederhana, meski sebagian tetap kadang memakai hijab. Alasan mereka memilih cara berjilbab yang sederhana pun berbeda-beda. Sebagian besar lebih suka sederhana karena sekedar tidak mau ribet. Mereka menilai mengenakan hijab sebenarnya merepotkan diri sendiri karena butuh banyak peniti dan mengenakananya pun sulit. Sebagian mahasiswi lain berjilbab sederhana karena  menyandarkan cara berjilbab yang sesuai syariat, yaitu cukup menutupi rambut dan panjang hingga menutup dada. 
Beberapa mahasiswi mengaku tetap gemar berhijab dalam situasi dan kondisi tertentu. Seorang mahasiswi mengaku gemar memakai hijab di waktu-waktu penting, misalnya acara keluarga. Dia menuturkan,”Ga lucu dong,pas lagi acara keluarga jilbabnya sederhana banget dan ga banget diliat.” Mahasiswi lain berargumen tidak ingin ketinggalan zaman dengan koleksi jilbab yang dia kenakan. Hal ini menandakan para mahasiswi tetap berjibab, tetapi juga memperhatikan gaya dan perkembangan tren, meski hanya dalam situasi tertentu. Hal ini diperkuat oleh jawaban seorang mahasiswi bahwa meskipun berjilbab, namun masih bisa fashionable. Bisa disimpulkan bahwa menurut mereka, jilbab bukan cara berpakaian yang kaku, tetapi bisa mengikuti perkembangan dunia mode. Hal inilah yang disukai para pemuda saat ini. Jika ada gaya hijab yang bagus dan sesuai, mereka tertarik untuk mencoba. Terlebih saat ini tutorial hijab sudah banyak tersebar.

Sekelompok mahasiswi lain tetap kukuh pendirian untuk mengenakan jilbab yang sesuai syariat. Salah satu mahasiswi berpendapat Islam menyukai kesederhanaan. Mahasiswi lain mengatakan,” Jangan berpikir untuk Islam mengikuti gaya hidup kita, kitalah yang harus mengikuti gaya hidup Islam. Berhijab mengikuti fashion bukan pilihan sebagai muslimah, karena itu tidak sesuai dengan sebagaimana agama kita mengaturnya.” Kelompok mahasiswi ini berpendapat bahwa hijab sebenarnya menyimpang dari tujuan awal aturan berjilbab dan modelnya pun tidak sesuai syariat.
Sebagian mahasiswi yang gemar berhijab, ternyata juga menyukai jenis atau merk hijab tertentu. Beberapa merk yang disebut antar lain: Rabbani, Zoya, Umama, Shafira, Elzatta, dan Nisrina. Hal ini menunjukkan hijab juga identik merk. Mahasiswi yang merasa nyaman mengenakan merk tertentu, akan memilih produk itu juga untuk seterusnya. Biasanya dia berminat untuk terus mengikuti model-model terbaru keluaran merk kesukaannya.  

Pendapat setiap orang terkait fenomena jilbab dan hijab memang berbeda-beda, bahkan kadang menimbulkan pro-kontra. Beberapa mahasiswi menganggap kemunculan fenomena tersebut wajar-wajar saja karena tren model memang selalu berkembang. Setiap orang, terutama wanita, tentu selalu berusaha tampil elegan dan modis. Jika jilbab tidak dimodifikasi sesuai perkembangan zaman, justru akan terlihat ketinggalan zaman. Oleh karena itu, fenomena hijab merupakan hal yang baik karena jilbab menjadi sesuatu yang fleksibel. 

Model-model hijab juga menarik minat orang yang belum berjilbab. Hijab merupakan bukti bahwa berhijab juga bisa modis dan kekinian sambil beribadah. Meskipun sebagian cara berhijab belum sesuai syariat, tapi ada kemauan untuk berubah itu sudah sangat baik. Dengan demikian, orang yang ingin berjilbab pun semakin banyak.

Sebagian mahasiswi lain mengungkapakan berhijab itu boleh, tetapi dengan syarat tertentu. Berhijab merupakan hak setiap orang, tetapi tetap ada batasan yang jelas. Menjadi hijaber boleh asalkan tidak berlebihan sehingga membawa hal negatif bagi diri sendiri dan masyarakat. Berhijab juga boleh asalkan tidak melenceng dari tujuan berjilbab, yaitu melindungi muslimah dari berbagai fitnah dan harus sesuai syariat Islam. Selama model berhijab itu dinilai wajar, hal itu tidak masalah. Akan tetapi, jika model itu sudah berlebihan, dikhawatirkan akan muncul persepsi negatif dari masyarakat. Selain itu, berhijab tetap harus didasarkan niat untuk melaksanakan syariat. 

Mahasiswi yang berusaha maksimal dalam melaksanakan syariat, dengan tegas tetap menolak penggunaan hijab. Hijab merupakan kesalahan besar karena akan menyulitkan penggunanya sendiri, terlebih jika menggunakan balutan hijab yang diputar sana-sini mengelilingi kepala. Muslimah akan terlihat lebih cantik di mata Tuhan dan manusia jika berjilbab syar`i dan sederhana. 

Kebanyakan model hijab tidak sesuai dengan fungsi yang sebenarnya. Model hijab yang ada justru menyalahi ketentuan syariat. Niat penggunanya pun juga salah karena berjilbab karena fashion, bukan ikhlas menjalankan kewajiban. Berjilbab seharusnya lillahi ta`ala, bukan karena tren. 






DAFTAR PUSTAKA

Febriane, Sarie. “Rona Ramah Hijab yang Mendunia”. Kompas. 8 November 2015.
Hijabeesurabaya.blogspot.co.id, diakses pada 20 November 2015. 
Kusumaningtyas, A.D. Deny Hamdani, PhD.: Fenomena Hijab di Indonesia: Opini 2 Edisi 46 (online), diambil dari rahima.or.id diakses pada 21 November 2015. 
Putri, Amallia Khira. Fenomena Modernisasi Jilbab/Hijab: Hijabers Community (online), diambil dari anakunsri.com diakses pada 20 November 2015. 



Demikianlah Artikel Perbedaan Antara Jilbab Dengan Hijab dan Perkembangannya di Indonesia

Sekianlah artikel Perbedaan Antara Jilbab Dengan Hijab dan Perkembangannya di Indonesia kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Perbedaan Antara Jilbab Dengan Hijab dan Perkembangannya di Indonesia dengan alamat link https://demasyuri.blogspot.com/2016/05/perbedaan-antara-jilbab-dengan-hijab.html

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Perbedaan Antara Jilbab Dengan Hijab dan Perkembangannya di Indonesia "

Post a Comment