Makna Kebenaran dalam Filsafat Postmodernisme dan Implikasi Praktisnya dalam Masyarakat Plural

Makna Kebenaran dalam Filsafat Postmodernisme dan Implikasi Praktisnya dalam Masyarakat Plural - Hallo sahabat Demasyuri, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Makna Kebenaran dalam Filsafat Postmodernisme dan Implikasi Praktisnya dalam Masyarakat Plural, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Filsafat, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Makna Kebenaran dalam Filsafat Postmodernisme dan Implikasi Praktisnya dalam Masyarakat Plural
link : Makna Kebenaran dalam Filsafat Postmodernisme dan Implikasi Praktisnya dalam Masyarakat Plural

Baca juga


Makna Kebenaran dalam Filsafat Postmodernisme dan Implikasi Praktisnya dalam Masyarakat Plural

 Pengantar Plato dalam filsafat kalsiknya mulai mencari titik temu antara pengetahuan dan kebenaran yang termuat dalam pengetahuan. Dia mulai dengan sebuah pertanyaan kritis, apakah setiap pengetahuan itu sungguh-sungguh memuat nilai kebenaran. Dan dalam hubungannya dengan etika, dia mengatakan apakah yang benar itu juga termasuk kategori yang baik. Belum tentu yang benar itu baik dan sebaliknya belum tentu yang baik itu benar. Lalu, apa itu kebenaran sebenarnya? Dalam sejarah pemikiran filsafat, kebenaran itu didekati secara berbeda menurut arus pemikiran jamannya. Pada jaman Yunani kuno, kebenaran dalam filsafat tidak bisa dilepaskan dengan alam semesta. Maka muncul apa yang disebut kosmologi. Kemudian pada abad pertengahan, kebenaran filsafat didominasi oleh pengaruh Kristiani. Misalnya filsafat Thomas Aquinas, Agustinus, dan Petrus ambelardus. Baru pada jaman renaisance kebenaran filsafat itu sudah menyentuh hakekat hidup manusia. Seluruh refleksi filsafat pusatnya pada perkembangan eksistensi manusia itu sendiri. Muncullah psikologi, ilmu-ilmu matematika, fisika Eisntein . Melangkah lebih maju lagi dari renaisance adalah jaman modern atau modernisme. Modernisme bukan sekedar metode tetapi sebuah bentuk kebaruan. Kebaruan filsafat pada jaman ini terletak dalam usahanya untuk membersihkan filsafat dari pengaruh sisi dogmatis filsafat abad pertengahan. Filsafat kemudian menjadi urusan otonom dalam berpikir. Setelah modernisme, munculah patron filsafat baru yaitu era postmodernisme. Kebenaran yang ditawarkan aliran filsafat ini berbeda dengan seni filsafat sebelumnya. Seperti apakah kebenaran yang digeluti filsafat postmodernisme itu? Hal inilah yang akan menjadi kajian utama tulisan ini.

II. Postmodernisme dan kebenarannya Pertama-tama kita perlu mengenal secara singkat apa itu posmodernisme? Bagi Francois Lyotard, postmodernisme adalah lawan dari modernisme yang dianggap tidak mampu mengangkat manusia modern. Awalnya postmodernisme ini adalah pergerakan dalam kemajuan kaum kapitalis secara khusus bidang seni. Selain itu, postmodernisme juga dimengerti sebagai bentuk konflik terhadap metanarasi. Metanarasi yang dimaksud adalah sejarah-sejarah besar dunia yang diagung-agungkan terus dan melupakan cerita-cerita kecil (Bdk. Kearifan lokal) suatu masyarakat atau budaya tertentu. Namun, imbuhan post pada kata postmodernisme mengandung makna kelanjutan dari filsafat modernisme. Kelanjutan di sini lebih bermakna kritis daripada sebuah bentuk garis filsafat yang tetap mengikuti pola yang lama. Postmodernisme telah mengugat kemapanan modernisme yang lebih mengagungkan rasionalitasnya. Rasionalitas dalam modernisme telah melahirkan budaya yang banal dalam terminologi Hannah Arendt, manusia perang terhadap semua atau manusia itu menjadi srigala bagi yang lain (Hobbes), dan muncul kejahatan moral yang kian menjadi-jadi. Singkatnya, Posmodernisme melancarkan kritik kepada modernisme sebagai aliran yang melahirkan dunia yang nirhuman (perendahan martabat manusia) sebaliknya postmodernisme berusaha membalikkan fakta ini dengan mengendepankan seni filsafat yang memerhatikan sisi kemanusiaan. Filsafat itu ada untuk hidup. Posmodernisme menolak adalanya kebenaran yang tunggal dalam filsafat. Kebenaran itu sifatnya jamak. Bahkan posmodernisme menolak finalitas definisi terhadap realitas. Definisi kita terhadap sebuah kenyataan atau realitas itu sangat subyektif dan karena subyek yang berusaha untuk mendekati relitas itu beranekaragam, maka kebenaran yang dihasilkan juga beraneka ragam. Tidak ada yang namanya kebenaran yang absolut dan mati di dunia itu . Habermas seorang filsuf Jerman justru berbicara lain, kebenaran itu harus menggantung. Menggantung maksudnya adalah upaya seorang pemikir dalam menangkap realitas agar menunda keputusannya terhadap realitas. Kebenaran adalah keputusan yang terus ditunda-tunda. Bukan realitas yang plural, penentuan kebenaran atas realitas itulah yang plural.jadi, yang namanya klaim kebenaran itu tidak ada dalam filsafat posmodernisme. Penolakkan klaim kebenaran itu terjadi karena masing-masing realitas itu memiliki kandungan kebenaran. Misalnya seorang anak sebut saja namanya Yonas, mengatakan bahwa benda yang bercahaya di angkasa itu matahari. Hal itu benar karena kenyataannya demikian. Dan tidak ada otoritas lain untuk menolak legitimasi kebenaran yang dikatakan oleh seorang anak itu. Kebenaran yang digagas dalam filsafat postmodernisme ini membangun kesadaran akan kepercayaan terhadap sejarah-sejarah kecil yang dibangun oleh oleh orang kecil juga. Sejarah atau kebenaran dalam sejarah pemikiran sebelumnya menjadi monopoli orang yang berkuasa dan yang memiliki pengetahuan. Sehingga tidak heran kalau pada saat itu pengetahuan dianggap sebagai kekuasaan untuk bertindak apa saja. Siapa yang berpengetahuan, dialah yang menentukan keabsahan sebuah kebenaran atas suatu realitas. Namun kalau kita berpikir secara kritis, belum tentu kebenaran yang diwartakan sang penguasa itu sungguh benar. Mungkin menjadi benar karena dia memiliki kuasa untuk membenarkannya. Padahal isinya hanyalah kebohongan publik.

III. Implikasi Parktis Salah satu dampak positif yang menonjol dari pemikiran posmodernisme adalah lahirnya pengakuan akan pluralitas kehidupan. Kenyataan adanya masyarakat plural itu menjadi suatu fakta yang tidak bisa disangkal lagi. Bukan hanya fakta adanya pluralitas yang dibangun, prinsip yang paling pokok dan yang tidak boleh dilupakan adalah membangun kesadaran pluralisme. Pluralisme adalah paham yang mengakui adanya keberagaman sekaligus mengakui serta menerima yang lain sebagai bagian dari masyarakat. Kebenaran yang pluralis itu menjadi jelas dalam hidup keagamaan. Setiap agama mewartakan adanya kebenaran mutlak yang menajdi pegangan hidup. Kebenaran mutlak itu sering dinamakan dengan Tuhan. Semangat postmodernisme telah memberikan pencerahan bahwa meskipun masing-masing agama mengakui kebenaran masing-masing, tidak dibenarkan adanaya klaim kebenaran (Claim of Truth) yang mutlak terhadap agamanya sendiri dan memandang agama yang lain tidak mengandung kebenaran sama sekali. Masing-masing agama memiliki kebenarannya sendiri. Pernyataan ini tidak hendak membenarkan adanya relativisme kebenaran. Kebenaran setiap agama itu bukan realtif tetapi absolut. Namun bagaimana kebenaran masing-masing agama ini didialogkan untuk melahirkan kesadaran baru yang membawa kebaruan bagi pembagunan kemanusiaan yang manusiawi. Kalau setiap agama terbuka bagi kebenaran lain di luar agamanya tidak dililit secara buta oleh fanatisme yang berlebihan, maka masyarakat yang plural akan hidup dalam kedamaian tanpa dihinggapi oleh ketakutan yang berlebihan terhadap adanaya peperangan yang mengatas-namakan Tuhan. Katanya membela Tuhan. Tuhan itu tidak bernilai untuk dibela. Dia bisa membela dirinya sendiri. Bukan Tuhan yang kita bela, kebenaran dogmatis yang fanatismelah yang kita bela. Kita membela diri kita sendiri. Sementara Tuhan digantung secara hina dalam kekejian egoisme kita.


Penutup Filsafat postmodern menjadi seni berfilsafat yang baru meskipun merupakan kelanjutan dari modernisme. Namun pokok pemikiran aliran ini telah membangun kesadaran akan pentingnya menerima kebenaran yang digagas oleh mereka yang tidak berkuasa. Dan dalam masyarakat plural, aliran ini telah mendidik masyarakat tentang bagaimana menata kebersamaan sejati. Fislafat itu ada untuk membangun peradaban. Dan peradaban itu dibangun oleh semua manusia. Bukan monopoli pihak tertentu. Dengan demikian prinsip monopoli sangat bertentangan dengan semangat postmodernisme. Kebenaran yang diwartakannya sangat plural.dengan demikian klaim kebenaran tunggal merupakan momok yang sangat berat bagi semangat filsafat ini.


Demikianlah Artikel Makna Kebenaran dalam Filsafat Postmodernisme dan Implikasi Praktisnya dalam Masyarakat Plural

Sekianlah artikel Makna Kebenaran dalam Filsafat Postmodernisme dan Implikasi Praktisnya dalam Masyarakat Plural kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Makna Kebenaran dalam Filsafat Postmodernisme dan Implikasi Praktisnya dalam Masyarakat Plural dengan alamat link http://demasyuri.blogspot.com/2016/04/makna-kebenaran-dalam-filsafat.html

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Makna Kebenaran dalam Filsafat Postmodernisme dan Implikasi Praktisnya dalam Masyarakat Plural"

Post a Comment